KABARBERITAINDONESIA.COM
Jakarta - Forum Partisipasi Publik untuk Perlindungan Perempuan dan Anak (PUSPA) DKI Jakarta menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta pada Jumat, 7 November 2025, yang mengakibatkan puluhan siswa mengalami luka-luka.
![]() |
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, pelaku diduga merupakan siswa sekolah tersebut yang mengalami tekanan batin dan kemarahan mendalam yang tidak terselesaikan dengan baik. Kami menyampaikan simpati dan dukungan kepada para korban, keluarga, serta seluruh komunitas sekolah yang terdampak.
Saat menyampaikan pernyataan sikap dan seruan Ketua Forum PUSPA DKI Jakarta, Dedi A Ahmad, S.H, mengatakan kepada awak media bahwa peristiwa ini menjadi peringatan serius bagi kita semua tentang pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak dan remaja dalam proses tumbuh kembang mereka, baik secara emosional, sosial, maupun lingkungan. Kondisi ini memperlihatkan adanya krisis komunikasi, lemahnya pendampingan psikologis, serta kurangnya kepekaan sosial di lingkungan keluarga maupun sekolah.
"Tragedi ledakan di SMAN 72 Jakarta menjadi peringatan serius, bahwa anak-anak dan remaja membutuhkan pengawasan, pendampingan, dan perlindungan yang lebih intensif dari orangtua, sekolah, dan masyarakat," ucapnya Dedi A Ahmad, S.H. Ketua Forum PUSPA DKI Jakarta, Minggu (09/11/2025).
"Ketidakhadiran orangtua dalam proses tumbuh kembang anak, lemahnya perhatian lingkungan sosial, serta minimnya deteksi dini terhadap trauma emosional dapat membuka celah bagi perilaku destruktif," tegasnya.
Kami dari Forum PUSPA DKI Jakarta dengan ini menyampaikan seruan "Anak Butuh Kita" dan menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Pengawasan Orangtua terhadap Perkembangan dan Pergaulan Anak Orangtua memiliki tanggung jawab utama dalam memastikan anak tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan aman. Kami mengajak seluruh orangtua, baik ibu maupun bapak, untuk lebih aktif memantau perkembangan anak, mengetahui dengan siapa mereka bergaul, serta memahami dinamika emosional dan sosial yang mereka alami, karena ketiadaan komunikasi, perhatian, dan empati dari orangtua dapat melahirkan rasa keterasingan dan luka batin pada anak yang berujung pada tindakan destruktif;
2. Peran Partisipasi Publik dan Lingkungan Sosial Perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab keluarga, tetapi juga masyarakat luas. Lingkungan sosial harus memiliki kepedulian dan perhatian terhadap tumbuh kembang anak-anak di sekitarnya. Deteksi dini terhadap perubahan perilaku, isolasi sosial, atau tanda-tanda trauma harus menjadi perhatian Bersama;
3. Kewaspadaan terhadap Ajaran dan Pengaruh Kekerasan Kami menyerukan kewaspadaan terhadap ajaran, konten, atau kelompok yang menyebarkan ideologi kekerasan, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Orangtua dan lingkungan sekitar harus mampu mengenali potensi bahaya dari pengaruh negatif yang dapat mendorong anak pada tindakan destruktif, termasuk terror;
4. Penguatan Sistem Perlindungan Anak di Sekolah dan Masyarakat Kami mendorong adanya sistem pendampingan psikososial yang lebih kuat di sekolah, baik untuk bagi guru dan tenaga pendidik untuk mengenali dan menangani gejala trauma atau gangguan emosional pada siswa. Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan ruang aman bagi anak-anak;
5. Mendorong pihak kepolisian, KPAI, dan Lembaga-lembaga terkian untuk melakukan penyelidikan secara transparan dan profesional, dengan tetap memperhatikan hak-hak anak pelaku sesuai dengan prinsip keadilan restoratif (restorative justice), mengingat pelaku masih berstatus anak dan memerlukan perlindungan hukum khusus bagi anak berhadapan dengan Hukum.
"Kami percaya bahwa anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang harus dijaga dan dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan pengaruh buruk," tutupnya.
Peristiwa ini harus menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan dalam membangun generasi muda yang sehat secara fisik, mental, dan sosial.
(Yatno/Red)


Posting Komentar