KABARBERITAINDONESIA.COM
Jakarta - Para aktivis dari Gerakan Nasional (GN) '98 menggelar diskusi bertema "Supremasi Sipil Menjadi Landasan Filosofis dari Reformasi POLRI” di Jakarta, Minggu, (21/9/2025).
Diskusi itu menghadirkan tiga pembicara, yakni Praktisi Hukum Bambang Pudjo, Ketua Umum Gerakan Nasional ’98 Anton Aritonang, serta Presiden GOBER Community, Dodi Ilham.
Pembicara pertama, Bambang Pudjo, membahas dengan mendalam penguatan tugas pokok dan fungsi POLRI sesuai Konstitusi.
Bambang mengingatkan kembali bahwa pemisahan antara TNI dan Polri merupakan amanat Reformasi 1998 dengan tujuan agar Polri menjadi institusi penegak hukum sipil yang profesional, netral, dan akuntabel.
"Namun, masih terjadi penyimpangan fungsi—Polri kerap ditarik ke ranah politik praktis, bisnis, bahkan menjadi alat kekuasaan. Hal ini berpotensi mengaburkan mandat konstitusi," kata Bambang.
Menurut Bambang, saat ini perlu dilakukan pemahaman lebih jelas secara konstitusi tentang tentang kedudukan Polri.
Harus ada langkah konkret untuk memperkuat regulasi dan tata kelola Polri. Termasuk menguatkan kesadaran publik bahwa Polri adalah aparat sipil di bawah supremasi sipil.
"Supremasi sipil bukan hanya jargon, melainkan mandat konstitusional. Dan karena itu, Polri harus dikembalikan pada tugas pokoknya sebagai pelayan hukum rakyat dalam penegakkan hukum, bukan alat kekuasaan," tegas Bambang.
Sementara itu, Ketua Umum GN'98, Anton Aritonang membahas tentang Demokrasi Konstitusional sebagai Marwah Reformasi 1998.
Menurut Anton, Reformasi 1998 hadir untuk mengakhiri otoritarianisme dan membuka jalan demokrasi konstitusional.
"GN’98 sebagai salah satu aktor utama reformasi memiliki tanggung jawab moral untuk mengawal jalannya demokrasi. Namun, praktik oligarki dan politik transaksional masih membayangi," tandas Anton.
Ia mengingatkan bahwa supremasi sipil adalah konsekuensi dari demokrasi konstitusional
Selain itu, lanjut Dodi, advokasi sering mentok karena distorsi representasi, asimetri informasi, dan fragmentasi komunitas driver.
"Dalam kerangka supremasi sipil, komunitas ojol harus ditempatkan sebagai kekuatan civil society yang mampu mendesakkan lahirnya kebijakan adil," tandas Dodi.
Dodi selaku Presiden GOBER Community menawarkan tiga pilar perubahan sebagai solusi strategis, yakni:
1. Koperasi Pekerja, yakni ekosistem mandiri, mengurangi biaya operasional, menjadikan driver subjek pembangunan.
2. Sertifikasi Kompetensi (Satria Gati), berupa legitimasi formal profesi driver, basis RUU Perlindungan Pekerja Platform Digital.
3. Desentralisasi Teknologi berupa transparansi data order, kedaulatan data, instrumen teknis pengawasan.
"Supremasi sipil harus hadir di ruang paling nyata, yaitu kehidupan ekonomi rakyat. Komunitas ojol memperlihatkan bagaimana civil society bisa menjadi subjek pembangunan melalui koperasi, sertifikasi, dan teknologi yang adil," tukas Dodi.
Di akhir diskusi, ketiga narasumber membuat kesimpulan bersama bahwa Supremasi sipil adalah landasan filosofis yang menyatukan konstitusi, demokrasi, dan masyarakat sipil.
"Tanpa supremasi sipil, Reformasi 1998 akan kehilangan makna; dengan supremasi sipil, Polri dapat bertransformasi menjadi aparat hukum rakyat yang profesional, demokratis, dan berpihak pada keadilan sosial," demikian kesimpulan sebagai penutup diskusi tersebut.
(Zaenal HR/Red)
Posting Komentar