Demi Rakyat Dompu dan NTB, Haidar Alwi Desak Pemerintah Segera Terapkan Skema Koperasi Tambang



KABARBERITAINDONESIA.COM

Jakarta  - R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menyerukan perhatian serius terhadap peristiwa tambang di Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia menilai bahwa akar persoalan yang melibatkan masyarakat, aparat, dan kegiatan tambang ilegal tak lain adalah kegagalan birokrasi dalam mempercepat skema legal berbasis koperasi pertambangan rakyat. Peristiwa ketegangan antara masyarakat dan aparat di lingkar tambang Dompu harus menjadi titik balik kebijakan nasional.


*Ketegangan yang Dipicu oleh Kelaparan dan Ketimpangan.*


Serangkaian peristiwa di Kecamatan Hu'u, Dompu, NTB sepanjang Mei hingga Juni 2025 menjadi alarm keras bagi pemerintah. Demonstrasi mahasiswa, tudingan dana CSR fiktif, hingga dugaan intimidasi warga tambang, menunjukkan satu benang merah: krisis keadilan ekonomi dan keterbukaan di wilayah lingkar tambang.


Liga Mahasiswa Indonesia Timur (LIMIT), dalam aksinya di kantor Kementerian ESDM dan kantor pusat PT. Sumbawa Timur Mining (STM), menuntut pencabutan izin tambang dan transparansi dana CSR yang diklaim perusahaan sebesar Rp 23,4 miliar. Warga sekitar tambang, termasuk tokoh dari Desa Marada, Desa Hu’u, dan sekitarnya, secara terbuka menyebut data CSR tersebut sebagai "fiktif" dan "kebohongan publik."


"Kalau benar Rp 23 miliar itu disalurkan, masyarakat sekitar tambang pasti sudah sejahtera. Tapi faktanya, air bersih saja tidak mengalir. Infrastruktur nol. Rakyat tetap miskin," ujar Muhammad, warga Desa Marada.


Akibatnya, sebagian warga mengambil jalan terjal: menambang secara tradisional, bahkan ilegal. Ketika tak diberi ruang legal, rakyat mencari ruang sendiri. Ketika tidak diajak bermitra, rakyat diposisikan sebagai pengganggu. Inilah potret buram ketimpangan.


*Usulan Haidar Alwi: Koperasi Tambang Adalah Solusi dan Jalan Tengah.*


Situasi ini sesungguhnya sudah diantisipasi oleh Haidar Alwi bersama Kapolda NTB dan sejumlah tokoh daerah jauh sebelum konflik membesar. Dalam berbagai forum resmi dan strategis, mereka telah menyuarakan solusi sistemik: penerapan koperasi pertambangan rakyat berbasis desa, dengan pendampingan dan pengawasan negara.


Haidar Alwi memperjuangkan model tambang yang tidak eksploitatif, tapi kolaboratif. "Tambang rakyat tidak boleh dibiarkan liar, tapi jangan pula dimatikan. Harus dilegalkan dalam wadah koperasi, diawasi, diberdayakan," kata Haidar Alwi.


Ia mengusung prinsip: tanggung jawab sosial, keberlanjutan lingkungan, dan efisiensi ekonomi. Gagasan ini bukan hanya mimpi, tetapi desain sistem yang telah dipresentasikan ke berbagai lembaga negara dan mendapat dukungan substansial dari banyak pihak.


"Sudah saatnya pemerintah menerapkan apa yang telah diatur dalam UU Minerba, termasuk mandat untuk mengembangkan koperasi tambang. Apalagi skema ini sudah dibahas dan disepakati dalam berbagai forum nasional," tegas Haidar Alwi.


*Jangan Ditunda Lagi, Agar Tak Ada Lagi Penambang Ilegal.*


Peristiwa di Dompu adalah cermin dari kegagalan birokrasi dalam menjawab tuntutan zaman. Di satu sisi, rakyat butuh makan dan pekerjaan. Di sisi lain, akses legal tambang terlalu rumit dan tersumbat oleh kepentingan korporasi besar. Ketiadaan koperasi tambang yang diakui dan difasilitasi negara membuat rakyat terpaksa melanggar hukum demi bertahan hidup.


"Kalau koperasi tambang benar-benar diterapkan, tidak akan ada penambang ilegal, tidak akan ada kerusakan lingkungan seperti sekarang. Rakyat tidak lapar, aparat tidak repot, perusahaan juga tidak dibenci. Tapi kalau terus ditunda, konflik sosial seperti ini akan terus terjadi," ujar Haidar Alwi.


Ia pun menyoroti adanya kesan bahwa implementasi koperasi pertambangan rakyat seolah sengaja dihalang-halangi. Padahal, ini adalah amanat konstitusi, amanat Pasal 33 UUD 1945, dan kebutuhan riil masyarakat tambang.


Dengan demikian, ketegangan di Dompu tak seharusnya hanya dilihat sebagai insiden lokal, tapi sebagai refleksi nasional. Inilah saatnya pemerintah turun tangan secara menyeluruh, bukan hanya melalui aparat keamanan, tapi dengan kebijakan yang menjawab akar masalah: kedaulatan rakyat atas tambangnya sendiri.


*"Koperasi tambang bukan solusi idealistis di atas kertas. Ini solusi realistis di lapangan. Dan kami sudah siap menerapkannya. Tinggal keberanian negara untuk mengeksekusi," pungkas Haidar Alwi.*


(Zaenal HR/Rls)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama